.

.
"The stars shall fade away, the sun himself grow dim with age, and nature sink in years, but thou shalt flourish in immortal youth."

Thursday, February 6, 2014

Pure Opinion: Straying Away from the Typicality of Haute Couture

By: Allysha Nila

 Maison Martin Margiela, Spring/Summer 2014-2015 Artisanal. 
Not quite your typical couture dress, right?
Haute Couture season is over and before you know it, Fashion Week has commenced in New York. But I’d like to look back and see what we can all take away from the shows. One thing that has cemented in my mind is that no longer should couture simply be regarded as an elite manifestation of craftsmanship. It is already full of overwhelming designs and ostentatious use of material. Couture is tiny, on the top of the fashion hierarchy, and mostly pointless to many people who don’t have any form of fashion interest (and these people in many cases think more logically than most of the writers reviewing such Parisian collections).

Wednesday, February 5, 2014

Lampu Sorot

oleh Lana Syahbani


Lampu sorot mengarah ke seluruh tubuhku. Saking terangnya aku tak dapat melihat apa pun, kecuali putih. Perlahan mata ini menyesuaikan diri. Sekitarku gelap, hitam. Hanya diriku yang terlihat berkilau. Entah ada yang hidup atau tidak selain aku di tempat ini, yang jelas aku bersyukur aku masih tersadar dalam terang.

‘Tap!’

Sinar matahari pagi membangunkanku. Ternyata mimpi. Rumahku yang menghadap ke arah timur, memandikan seisi kamarku dengan cahaya matahari setiap pagi di musim kemarau. Satu hal yang membuat hal itu memungkinkan, aku tak suka tirai yang menutupi jendela. Tirai hanya menghalangi pandanganku pada alam. Sudah cukup setiap hari aku bekerja di dalam gedung kantor yang sempit.

NEO DESIGN (Part 1)

Oleh: Riezky Putra


“Design is a response to social change.” Hal tersebut diungkapkan oleh George Nelson, seorang desainer Amerika legendaris. Memang sudah menjadi pengetahuan umum bahwa desainer seringkali bekerjasama dengan aneka bidang keilmuan lain dalam rangka mengetahui apa yang sedang disenangi atau justru dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi kebalikannya-pun sering terjadi yaitu ketika sebuah komunitas membuat sebuah desain eksklusif bagi komunitas itu sendiri tapi ternyata direspon pula oleh komunitas lainnya sehingga akhirnya menjadi sebuah fenomena global.  

Sudut pandang kedua ini akan saya gunakan untuk membahas sebuah fenomena yang sedang terjadi di dunia desain dan seni dan berusaha menelaah konsep yang mendasarinya. Pertama-tama saya akan memaparkan tga buah contoh peristiwa yang cukup menarik perhatian. Yang pertama adalah ketika para jurnalis mode mengamati haute couture warna warni keluaran rumah mode Pucci yang ditujukan untuk musim semi/panas 2008, mereka segera menuliskan ‘terinspirasi motif Navajo’ untuk motif yang menghiasi haute couture tersebut.  Navajo adalah salah satu suku Indian Amerika Serikat yang komunitasnya masih kita bisa lihat di wilayah-wilayah tandus negara bagian New Mexico dan Arizona. Mereka mengembangkan corak kehidupannya sendiri, dan seperti umumnya sebuah komunitas menciptakan artefak budaya yang khas. 

Friday, November 8, 2013

The 15th Jakarta Biennale 2013 Strikes Again

teks: Rio Pratama


Perayaan seni kontemporer bertaraf internasional yang digelar 2 tahun sekali yaitu Jakarta Biennale kembali lagi. Memasuki episode ke-15, kali ini Jakarta Biennale mengangkat tema SIASAT yang berangkat dari kebutuhan untuk memeriksa ulang posisi warga dalam menyiasati segala keterbatasan, instabilitas, ancaman, dan masalah yang dihadapi masyarakat Jakarta.

Tidak kurang dari 52 seniman, baik individu maupun kelompok, dari 18 negara selain Indonesia, yaitu Afrika Selatan, Argentina, Australia, Belanda, Filipina, Jerman, Kanada, Palestina, Perancis, Republik Ceska, Singapura, Vietnam,Kenya, China, Kolombia, Korea Selatan dan Malaysia. Seluruh seniman diundang untuk terlibat langsung melakukan proyek-proyek artistic bersama dengan warga kota, komunitas, lembaga budaya serta kelompok seniman dan aktivis.

Jakarta Biennale juga turut menampilkan karya mural dari 7 seniman di berbagai penjuru Jakarta. Ketujuh seniman tersebut ada Eko Nugroho, Pak Nur, Fintan Margee, Guntur Wibowo, Lovehatelove, The Popo dan Bujangan Urban.

Selain sejumlah lokakarya dan mural, Jakarta Biennale juga mengadakan proyek seni rupa seperti Akumassa di Paseban, proyek seni rupa Mella Jaarsma dan Nindityo Adipurnomo di Setu Babakan, Jatiwangi Art Factory dan TROTOArt di penjaringan. Keseluruhan proyek tersebut akan dipresentasikan kembali ke dalam ruang pamer bersama dengan karya-karya seniman Jakarta Biennale lainnya di Ruang Parkir Bawah Tanah Teater Jakarta, yang dibuka pada tanggal 9 November 2013 dan akan berlangsung sampai dengan tanggal 30 November 2013.

Tidak hanya itu, juga ada performing art yang dilakukan Melati Suryadarmo di Taman Suropati, lalu KUNSTrePUBLIK di pasar Senen dan performance Etienne Turpin yang akan dilakukan beberapa kali di Ruang Parkir Bawah Tanah Teater Jakarta.

Ada lagi Jakarta Biennale 2013 turut mengadakan program publik dan Program Satelit. Program Publik meliputi bincang-bincang bersama seniman dan tur berkunjung ke berbagai lokasi pameran dan mural serta diadakan workshop bersama Abdulrahman Saleh, Kelas Pagi dan SERRUM. Program Satelit meliputi Ekskul Fair yang melibatkan siswa-siswa sekolah menengah pertama dan atas, lalu ada temu komunitas, Self-Portrait Exhibition, dan mengadakan pameran seniman muda Jakarta berjudul “Pelicin” yang akan di adakan di Salihara.

Seluruh rangkaian "Lebaran" seni ini akan dibuka pada tanggal 9 November 2013 dan akan berlangsung sampai dengan tanggal 30 November 2013. Jadi, cukup lengkap bukan Jakarta Biennale 2013. Untuk melihat jadwal lengkap seluruh rangkaian acara Jakarta Biennale 2013, bisa mengakses di web resmi mereka di jakarta biennale


Sampai bertemu dan mari berpesta!